1 Tahun Sejak Pertama Kali Memprediksi Cuaca
Ya, 1 tahun. Masih amatir bukan sebagai peramal cuaca?
Hahaha ya begitulah. Meramal cuaca merupakan sebuah hobi yang cukup mengasyikkan bagi saya, selain karena menantang intuisi, dari meramal cuaca saya juga belajar bertanggung jawab atas semua yang akan terjadi. Meramal cuaca juga bukan sekedar analisis, karena dalam menyusun ramalan kita harus mengukur parameter-parameter ilmiah seperti energi yang dikandung langit, bahang yang dibawa angin, pusaran-pusaran kacau yang berputar-putar mengelilingi bumi. Kesemua itu harus mampu dilihat sebagai pola oleh peramal amatir seperti saya. Apalagi saya harus memeragakan secara imajiner tentang kondisi langit dari 0 meter hingga 15 km di atas permukaan Pamulang-Ciputat, ditambah dengan intuisi dan deduksi melalui hukum-hukum alam yang telah ditemukan sebelumnya oleh para ahli-ahli fisika terdahulu.
Seorang peramal cuaca amatir kaya gw juga dipengaruhi oleh suasana hati.
Hahaha
Sudah banyak kegagalan yang terjadi. Itulah risiko seorang peramal cuaca amatir. Kegagalan di masa-masa awal begini sangat lumrah terjadi, dan bagi aku, itulah buku pelajaran yang paling utama, di samping situs-situs internet dan buku teks terbitan ITB.
Seorang peramal cuaca amatir memerlukan waktu hampir 1 jam untuk menelurkan ramalan cuaca untuk Tangerang Selatan pada 140 kata di twitter, atau 1 paragraf di FB.
Seorang peramal cuaca amatir harus bisa jaga perbuatan agar kekuatan intuisinya tidak hancur. Mungkin karena di kelas tiga SMA ini aku melakukan banyak perbuatan dosa, maka aku harus membangun intuisi dari awal lagi. Ya, benar-benar dari nol lagi. Aku menyadari hal itu setelah ramalan cuacaku untuk MZR Cup 2011 semuanya gagal total.
Memang begitu nasibku. Jika intuisi hancur, senjata utama sang amatir seperti aku hilang sudah. Jika intuisi hilang, maka deduksi pun jadi tak berarti.
Hahaha ya begitulah. Meramal cuaca merupakan sebuah hobi yang cukup mengasyikkan bagi saya, selain karena menantang intuisi, dari meramal cuaca saya juga belajar bertanggung jawab atas semua yang akan terjadi. Meramal cuaca juga bukan sekedar analisis, karena dalam menyusun ramalan kita harus mengukur parameter-parameter ilmiah seperti energi yang dikandung langit, bahang yang dibawa angin, pusaran-pusaran kacau yang berputar-putar mengelilingi bumi. Kesemua itu harus mampu dilihat sebagai pola oleh peramal amatir seperti saya. Apalagi saya harus memeragakan secara imajiner tentang kondisi langit dari 0 meter hingga 15 km di atas permukaan Pamulang-Ciputat, ditambah dengan intuisi dan deduksi melalui hukum-hukum alam yang telah ditemukan sebelumnya oleh para ahli-ahli fisika terdahulu.
Seorang peramal cuaca amatir kaya gw juga dipengaruhi oleh suasana hati.
Hahaha
Sudah banyak kegagalan yang terjadi. Itulah risiko seorang peramal cuaca amatir. Kegagalan di masa-masa awal begini sangat lumrah terjadi, dan bagi aku, itulah buku pelajaran yang paling utama, di samping situs-situs internet dan buku teks terbitan ITB.
Seorang peramal cuaca amatir memerlukan waktu hampir 1 jam untuk menelurkan ramalan cuaca untuk Tangerang Selatan pada 140 kata di twitter, atau 1 paragraf di FB.
Seorang peramal cuaca amatir harus bisa jaga perbuatan agar kekuatan intuisinya tidak hancur. Mungkin karena di kelas tiga SMA ini aku melakukan banyak perbuatan dosa, maka aku harus membangun intuisi dari awal lagi. Ya, benar-benar dari nol lagi. Aku menyadari hal itu setelah ramalan cuacaku untuk MZR Cup 2011 semuanya gagal total.
Memang begitu nasibku. Jika intuisi hancur, senjata utama sang amatir seperti aku hilang sudah. Jika intuisi hilang, maka deduksi pun jadi tak berarti.
Komentar
Posting Komentar